RSS

Kamis, 28 Februari 2013

0 komentar
Mahasiswa Jurusan Farmasi, Informatika dan Program Studi Pendidikan Geografi yang mengambil mata kuliah bahasa Indonesia dengan saya dan belum mendapat format laporan bacaan dan slide power point minggu ke-2 dapat diunduh di bawah ini.







Format Laporan Bacaan di sini

slide power point minggu ke-2 di sini


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sabtu, 23 Februari 2013

SAP KBBI, EYD 2009, Pedoman Pembentukan Istilah

0 komentar
Bagi Mahasiswa Jurusan Informatika, Jurusan Farmasi, dan Program Studi Pendidikan Geografi yang mengambil mata kuliah Bahasa Indonesia dengan saya silahkan mendowload SAP, KBBI, EYD 2009, dan Pedoman Pembentukan Istilah.






SAP di sini
KBBI di sini
EYD 2009 di sini
Pedoman Pembentukan Istilah di sini

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kamis, 14 Februari 2013

Aku dan Pelangiku

0 komentar
Catatanku pada tatapan sepi
Aku tersungkur dalam tegak yang tak tahu tiang
Bergerak seolah tak ada lagi penyanga
Bicara seolah tak tahu lagi susunan terbaik
Menatap entah apa yang sedang dicari oleh si pupil kecil
Menyentuh seolah tak berasa
Aku ada dalam ketiadaan bahasaku

Kucari jemari pelipur lelahku
Kucari sentuhan yang menguatkanku
Kucari pelukan yang mensinergiku
Kucari tatapan yang menyehatkanku
Namun kubertemu dalam mimpi yang sudah tiada

Aku menatap terhampar kepingan yang perlu dekapan
Aku melangkah berhamburan cinta yang memenuhi dahaga
Aku penuh dalam pengaharapan
Aku penuh dalam mimpi
dan aku merangkulnya

Terpatri sudah kasih tiada tara nan kuhidupkan
Kusimak dalam tiap peluh dan penat diwajahnya
Merindu selalu menjadi pelepuh mutiara
Membisik namun terlalu lemah
Menunggu gema aliran darah kan bernyawa
dan aku peluk dalam tiap sujud untuknya

lalu, aku dan pelangku berbisik pada waktu ^_^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jumat, 08 Februari 2013

DIMENSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA: Wahana Memperteguh Nilai Karakter dan Budaya Berbangsa

0 komentar
DIMENSI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
                   INDONESIA: Wahana Memperteguh Nilai Karakter dan Budaya Berbangsa
                                             Yosi Wulandari, M.Pd.
                                       Yosiwulandari43@yahoo.co.id

Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia membutuhkan karakter dalam membina ke arah yang berarti,
berdayaguna, dan berkecukupan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena untuk menciptakan keluarga yang
kuat membutuhkan pembinaan karakter yang baik. Selain itu, untuk menciptakan sekolah yang
berkembang secara baik dan memiliki nilai positif juga memerlukan pembinaan karakter. Begitu pula
untuk membangun masyarakat madani, sopan, dan adil pembinaan karakter menjadi poin utama yang
perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, rumusan karakter menjadi sesuatu yang perlu dipahami oleh kita
semua. Karakter didefinisikan oleh Suyanto (2009) sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pendahuluan
Praktisnya gerakan memperteguh nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia saat ini lahir dalam
bentuk penanaman pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada mata pelajaran tertentu. Lahirnya
gerakan tersebut dilatarbelakangi gerahnya para tokoh yang peduli dengan bangsa ini untuk mencoba
mengatasi permasalahan yang terjadi. Beberapa waktu yang lalu misalnya, dengan mudahnya budaya kita
diklaim oleh negara lain. Selain itu, para intelektual muda masih banyak yang tidak sadar dengan
perannya untuk memperteguh karakter dan budaya bangsa. Dengan demikian, gerakkan ini mendapat
sambutan baik oleh semua pihak.
Pada dasarnya, kondisi tersebut lahir disentero tanah air ini karena pendidikan saat ini tidak lagi
mampu mengayomi permasalahan karakter dan budaya yang sudah terkontaminasi dengan berbagai
faktor. Faktor tersebut berasal dari dalam dan luar tubuh bangsa ini. Faktor dalam adalah Sumber Daya
Manusia (SDM) yang masih minim mengenal karakter dan budaya bangsa, sehingga tidak heran jika
terjadi penggelapan minyak, gas, beras, bahkan mencari keuntungan dengan kondisi yang tidak baik
untuk negeri sendiri. Istilah ngetop untuk hal itu dan bahkan menjadi icon paling buruk di dunia untuk
bangsa ini adalah korupsi. Faktor luar adalah budaya asing yang masuk dengan mudah di negara
Indonesia bahkan ada yang masuk tanpa terfilter terlebih dahulu, sehingga eksistensi bangsa mulai
tergoyahkan. Jadi, tidak heran jika berbagai pihak sudah mulai melakukan gerakkan agar kondisi ini tidak
mengikis karakter dan budaya bangsa Indonesia.
Pilihan berbagai kalangan untuk menyelenggarakan pendidikan karakter dalam pembelajaran
khususnya adalah agar nilai karakter dan budaya bangsa tetap berperan teguh. Berbagai hasil penelitian
di luar negeri yang telah menerapkan pendidikan karakter misalnya, kelas-kelas yang secara
komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku
negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Selanjutnya, di sebuah buku yang berjudul
Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, dalam Suyanto 2009 ) mengkompilasikan
berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di
sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktorfaktor
resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu
rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa
empati, dan kemampuan berkomunikasi. Suyanto (2009) selanjutnya mempertegas pernyataannya
sebelumnya dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80
persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar,
bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak
usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja
yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti
kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Berdasarkan kondisi yang terjadi dan adanya kesadaran dari berbagai elemen untuk mengatasi
kondisi tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar
terlaksana dengan baik. Salah satu lembaga yang berperan penting sebagai wahana memperteguh karakter
dan nilai budaya bangsa adalah sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dilingkupi pihak-pihak
yang seharusnya memiliki dedikasi baik untuk bangsa, sehingga dapat dijadikan wahana yang potensial
dalam penanaman karakter kebangsaan bagi peserta didik.
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan menjadi mata pelajaran utama adalah
bahasa dan sastra Indonesia. Pemilihan bahasa dan sastra Indonesia sebagai pembelajaran yang dapat
menanamkan pendidikan karakter tidak terlepas atas pertimbangan karaktersitik mata pelajaran tersebut.
Selain itu, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari fungsi bahasa dan
sasta Indonesia sebagaimana orang berpersepsi bahwa kedua hal itu seperti dua sisi mata uang, baik
antara bahasa dan sastra, maupun antara bahasa dan sastra dengan pendidikan karakter. Oleh karena itu,
ketika membicarakan pembelajaran bahasa dan sastra, yaitu strategi pembelajaran yang akan
dilaksanakan, suasana, proses, substansi, dan evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra yang berorientasi
pada karakter dan jati diri. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dan sastra yang dilaksanakan dapat
mengoptimalkan segala pertimbangan tersebut, sehingga dapat menggunaan media ajar atau bahan ajar
berupa puisi, cerita pendek, teks drama, teks cerita rakyat, novel, video/film, rekaman/audio dan
sebagainya yang bermuatan nilai pendidikan dan kebajikan sehingga mendidik karakter peserta didik.
Selanjutnya, dalam menanamkan nilai karakter dan budaya bangsa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, perlu kesadaran bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang dilakukan haruslah
mampu memperkenalkan dan mendidikan nilai karakter dan budaya serta jati diri bangsa Indonesia
kepada peserta didik. Kondisi tersebut menjadi sesuatu yang penting karena pembelajaran pada
hakikatnya tidak hanya mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia sebagai aspek ilmu pengetahuan dan
keterampilan, melainkan memperkenalkan nilai karakter dan budaya serta jati diri bangsa Indonesia.
Mendukung kondisi tersebut, tertuang dalam salah satu gurindam atau falsafah kehidupan masyarakat
minangkabau atau juga dikenal dengan nilai kearifan lokal yang mencerminkan karakter Minang, yaitu
Alam takambang jadi guru, adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah, dan kato nan ampek. Jadi,
benar kiranya suatu kekuatan kearifan yang dikenal dengan karakter merupakan pembentuk nilai karakter
dan budaya bangsa serta jati diri bangsa terbentuk, bertumbuh, dan berkembang secara baik.
Dimensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Wahana
Memperteguh Karakter Bangsa

Pendidikan mencakup seluruh proses yang membantu pembentukan pola pikir dan karakter
manusia sepanjang hidup. Dapatlah dikatakan bahwa generasi muda secara kultur, tidak matang dengan
sendirinya, artinya ada cara tertentu. Teknik untuk mencapai dewasa, perlu diajarkan oleh generasi yang
dilakukan dengan upaya tertentu. Para budayawan berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses
enkulturasi yang diprakasai oleh seseorang untuk membantu cara hidup yang lainnya. Sekiranya seorang
pendidik ingin membudayakan kualitas anak, misalnya agar anak berpikir jernih atau memiliki kebebasan
untuk mengambil keputusan, maka masing-masing lembaga akan berbeda mengolah dan melayaninya.
Menurut UU no 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan
berkarakter, diantaranya adalah sebagai berikut. (1) Cinta tuhan dan segenap ciptaannya. (2) Tanggung
jawab, kedisiplinan dan kemandirian. (3) Kejujuran /amanah dan kearifan. (4) Hormat dan santun. (5)
Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama. (6) Percaya diri, kreatif dan bekerja keras.
(7) Kepemimpinan dan keadilan. (8) Baik dan rendah hati. (9) Toleransi kedamaian dan kesatuan.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule.
Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah
dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa
karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung
jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.
Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang
selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak
absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upayaupaya
yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilainilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Oleh karena itu, berikut
dapat diuraikan bagaimana dimensi pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai
wahana memperteguh katakter bangsa.
Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan mata pelajaran yang diajarkan di jenjang pendidikan dan
menjadi landasan bagi siswa untuk manguasai mata pelajaran lain. Artinya, dengan menguasai
kemampuan berbahasa siswa akan terampil untuk mampu memahami mata pelajaran lain. Hal ini
dinyatakan karena bahasa merupakan sentral dalam dunia pendidikan. Depdiknas (2006:44) menyatakan
bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosiona peserta didik dan
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa
diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif
yang ada dalam dirinya.
Selanjutnya, peran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Mewujudkan peranan
tersebut, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kompetensi mata pelajaran yang diarahkan untuk
penguasaan keterampilan berbahasa. Depdiknas (2006:44) menambahkan bahwa standar kompetensi mata
pelajaran bahasa Indonesia merupakan penguasaan pengetahuan kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan
sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan
merespon situasi lokal nasional, dan global.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu penantaan bahan ajar dan strategi pembelajaran yang
mengedepankan nilai karakter dan budaya bangsa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Artinya pembelajaran yang dilaksanakan tidak sekedar sebuah tugas atau kewajiban semata, melainkan
kita harus memiliki kesadaran dan berkomitmen untuk menyiapkan dan melaksanakan secara cermat.
Selain itu, pemilihan dan penyajian bahan ajar beserta teknik evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia merupakan hal yang sangat menentukan. Dengan demikian, dapat tercipta tujuan akhir
pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik untuk memiliki dan menerapkan nilai-nilai kebajikan
yang dipelajarinya.
Berdasarkan makna yang termuat dalam dimensi pendidikan karakter agar diterapkan dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, bentuk konkrit yang dapat disiapkan adalah bahan ajar. Salah
satunya karya sastra, karya sastra yang secara fitrah adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa manusia yang
menggambarkan alam seutuhnya, termasuk juga manusia sebagai bagian dari alam. Karya sastra sebagai
bahan ajar dapat memberikan berbagai manfaat tertuma bagi peserta didik, yaitu (1) materi otentik; (2)
pengayaan budaya; (3) pengayaan bahasa; dan (4) pengembangan pribadi. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa dan sastra yang memanfaatkan karya sastra sebagai bahan ajar pada tataran
pengembangan pribadi dapat ditata secara apik dalam pencapaian pendidikan yang bermakna, yaitu
pembelajaran yang berkarakter dan berjati diri.
Selain karya sastra, Soedarsono (2004:303) menyatakan lima sikap dasar yang terdiri dari (1)
jujur; (2) terbuka; (3) berani mengambil risiko dan bertanggung jawab; (4) komitmen; (5) berbagi, dapat
digali melalui cerita rakyat sebagai bahan ajar dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Penggunaan bahan ajar berupa cerita rakyat secara tidak langsung akan membangkitkan rasa ingin tahu
tentang budaya dan nilai bangsa bagi peserta didik. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar yang menarik
dapat berkembang atau dikembangkan strategi pembelajaran yang mengundang peserta didik untuk
belajar secara menyenangkan.
Selain bahan ajar yang perlu disiapkan dan ditata secara apik, perlu seorang pendidik menyiapkan
strategi yang sesuai dengan kebutuhan siswa yang dapat membina karakter siswa. Strategi tersebut
hendaklah mampu membangun bersama dan mengajak pembelajar menemukan nilai-nilai kebajikan, dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, pengajar bahasa dan sastra Indonesia memiliki
tugas untuk secara cermat menyiapkan suasana, proses substansi, dan evaluasi belajar mengajar yang
tepat untuk mendidikan karakter melalui bahasa dan sasta Indonesia.
Sehubungan dengan pembinaan karakter bangsa pada diri siswa, tidak hanya menyiapkan
pembelajaran yang menarik dan memberikan penanaman karakter yang baik kepada peserta didik,
melainkan kesiapan pendidik dalam menggunakan bahasa dalam pembelajaran bahasa. Penggunaan
bahasa dalam hal ini adalah kesantunan berbahasa. Hal ini hampir dilupakan oleh pedidik, karena banyak
diantara pendidik yang berpikir yang terpenting siswa harus mengikuti apa yang mereka perintahkan,
tanpa menyadari bagaimana penggunaan bahasa dalam melakukan pembelajaran, khususnya
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Kesantunan berbahasa adalah kompetensi yang diajarkan di sekolah pada jenjang sekolah dasar
dan sederajat, sekolah menengah pertama dan yang sederajat, dan sekolah mengengah atas dan yang
sederajat. Kompetensi yang di dalamnya termasuk kesantunan berbahasa dengan standar kompetensi
lulusan yang terjabar dalam standar kompetensi lulusan diajarkan sesuai dengan lima pilar belajar.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang
standar isi, yaitu kerangka dasar kurikulum dinyatakan bahwa ada tujuah prinsip-prinsip pelaksanaan
kurikulum, satu diantara tujuh prinsip itu adalah “Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima
pilar belajar, yaitu (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar
untuk memahami dna menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4)
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, (5) belajar untuk membangun dan menemukan
jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Berdasarkan uraian tersebut, pilar kelima, yaitu belajar untuk membangun dan menemukan jati
diri memiliki muatan pendidikan karakter yang besar. Pendidikan karakter pada hakikatnya tidaklah
sekedar membentuk kompetensi, tetapi lebih kepada membentuk sifat. Sifat secara efektif ditularkan.
Oleh sebab itu, dimensi pembelajaran yang berkarakter sebaiknya dilakukan dalam bentuk keteladan dan
pemodelan.
Dengan demikian, perlu ditilik pendekatan pembelajaran yang menyediakan peluang yang besar
dalam memberikan keteladan dan pemodelan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) memiliki tujuh unusr dasar dan
dianggap tepat dalam memberikan keteladanan dan pemodelan. Tujuh unusr pembelajaran tersebut, yaitu
(1) konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menyelidiki/menemukan (inquiri),
(4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7)
penelian yang sebenarnya (authentic assesment). Muslich (2007:43) menjabarkan realisasi tujuh
komponen tersebut dalam pembelajaran berikut ini.
1. Konstruktivisme mengembangkan kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna apabila siswa bekerja
sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Bertanya mengembangkan sikap keinginthauan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan
yang akan dipelajari.
3. Inquiri mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelediki, menganalisis topik atau permasalahan
yang dihadapi sehingga berhasil menemukan sesuatu.
4. Masyarakat belajar adalah kegiatan belajar yang berusaha menciptakan suasana belajar bersama atau
berkelompok sehingga siswa bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerjasama, dan saling membantu.
5. Pemodelan adalah kegiatan pembelajaran yang berusaha menunjukkan model yang bisa dipakai
sebagai panutan atau rujukan siswa dalam bentuk penampilan tokoh, demonstrasi kegiaran,
penampilan hasil karya, cara mengopreasikan sesuatu, dan sebagainya.
6. Refleksi adalah kegiatan pembelajaran dalam bentuk memberikan refleksi atau umpan balik dalam
bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi
kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiaran, dan saran atau harapan.
7. Penilaian yang sebenarnya adalah kegiatan belajar yang berusaha mengamati perkembangan hasil
belajar siswa dengan mengumpulkan berbagai data dan berbagai cara, berbagai sumber pada saat
proses sedang beralangsung maupun setelah proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui
kemampuan siswa yang sesungguhnya.
Berdasarkan penjelasan dan penjabaran tentang penerapan pendidikan karakter dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter melalui
pembelajaran bahasa Indonesia menghendaki peciptaan karakter yang baik dan utuh pada siswa.
Pendidikan karakter yang diterapkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia akan mensinergikan empat
aspek kebahasaan yang dalam praktiknya selalu mengupayaan penciptaan karakter siswa. Hal ini
ditujukan untuk membuat siswa terampil berbahasa dan trampil sebagai insan yang berkarakter. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia pun dapat membantu penciptaan pendidikan karakter yang
baik dan tepat guna bagi peserta didik. Seterusnya, pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa dan sastra dapat menjadi wahana memperteguh nilai karakter dan budaya bangsa
Indonesia.
Penutup
Pendidikan karakter dalam perannya terhadap pendidikan memiliki dua tujuan utama, yaitu
membantu peserta didik menjadi cerdas dan membantu mereka menjadi orang yang berkarakter. Begitu
pula dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam pelaksanaannya diharapkan mencapai
pembelajaran yang tidak hanya mengedepankan pengetahuan semata, melainkan pembelajaran yang juga
menyerap karakter atau nilai yang terdapat dalam materi bahasa dan sastra, seperti aspek kebahasan
berupa kesantunan berbahasa, sastra lisan, karya sastra berupa: puisi, drama, cerita pendek, novel, dan
dapat pula berupa rekaman audio/visual. Oleh karena itu, pembelajaran yang menyertakan pemahaman
tentang nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dari berbagai etnis di Indonesia akan mampu membangun
suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Proses pengembangan Pendidikan karakter melalu pembelajaran bahasa Indonesia dirancang
dalam mencapai tujuan peserta didik yang berkarakter tidaklah menjadi tanggung jawab salah satu
komponen yang terlibat dalam prosesnya, melainkan terintegrasi menjadi komitmen bersama. Hal ini
disebabkan, pendidikan karakter hadir berdasakan kenyataan di lapangan bahwa masyarakat di Indonesia
atau pun di luar negeri menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak terpuji dalam keseharian. Bahkan di
negeri Indonesia yang terkenal dengan negara yang berkarakter dan berbudaya tidak lagi menunjukkan
perilaku yang berkarakter. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan
mengedepankan penanaman nilai-nilai luhur karakter dan budaya bangsa diharapkan akan secara
signifikan berkontribusi terhadap gerakan membangun karakter bangsa.
Daftar Rujukan
Depdiknas. 2006. Standar Isi Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Undang-undang No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
www.depdiknas.go.id.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi
Aksara.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Soedarsono, Soemarno. 2004. Character Building, Membentuk Watak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Suyanto. 2009. “Urgensi Pendidikan Karakter”. Artikel
(http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html). Diunduh, 20
Oktober 2012.


*makalah dalam prosiding seminar pendidikan karakter di Universitas Negeri Semarang
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
 
Copyright © Potret Catatanku