RSS

Kamis, 10 November 2011

Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Yosi Wulandari

A.    Pendahuluan
Program-program tentang perbaikan untuk pendidikan selalu diupayakan dalam pelaksanaan maupun penciptaannya. Hal ini terbukti ketika dalam kurun waktu yang belum lama, telah tercipta program pendidikan yang menuntut personal dalam dunia pendidikan cepat tanggap dan segera bergarak. Kondisi seperti ini, menunjukkan bahwa tidak ada bentuk nyata perbaikan dari sistem lama, sehingga selalu ada hal-hal baru yang ingin diterapkan oleh pemerintah.
Pembaharuan dalam pendidikan adalah bentuk positif dari peningkatan mutu pendidikan. Namun, akan menjadi pertanyaan tentang kelayakan sistem yang telah dicoba disosialisasikan untuk diterapkan dan posisinya saat sekarang ketika telah ada hal baru yang dianggap jauh lebih baik. Oleh karena itu, perlu penjelasan yang konkrit dari arti hadirnya peningkatan dalam program pendidikan.
Sehubungan dengan kehadiran pendidikan karakter sebagai wajah baru pendidikan di Indonesia disinyalir berasal dari salah satu misi dan visi bangsa Indonesia masa depan yang termuat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. Penjelasan dari GBHN tersebut berisi  arahan untuk menetapkan arah kebijakan di bidang pendidikan. Kebijakan tersebut berupa peningkatan kemampuan akademik dan profesional serta peningkatan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan. Dengan demikian, diharapkan tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
Selanjutnya, kehadiran wajah baru dalam dunia pendidikan dapat dijelaskan dari peraturan pemerintah yang tertulis pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan dari UU ini terhadap perkembangan potensi peserta didik perlu disusun rancangan yang menghimpun segala aspek tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Wajah baru pendidikan yang dalam anggapan sebagai bentuk dari peningkatan mutu pendidikan didasari dari lemahnya sistem pendidikan yang telah diatur selama ini. Hal ini tercipta ketika disadari telah terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Menyikapi hal tersebut, perlu upaya pencegahan dari parahnya krisis akhlak, upaya tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa.
Pemberian pendidikan karakter bangsa di sekolah diungkap berbeda oleh para pakar. Ada tiga pendapat yang berkembang mengenai pendidikan karakter tersbut. Pertama, pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Berdasarkan penjabaran tersebut, perlu diberikan penjelasan mengenai hakikat dan konsep dari pelaksanaan pendidikan karakter. Dalam tulisan ini akan dijelaskan pendidikan karakter bangsa yang terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran dan bagaimana pelaksanaannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan yang akan dijelaskan adalah (1) Bagaimanakah Pendidikan Karakter Bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran?  (2) Bagaimanakah proses pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa melalui pembelajaran bahasa Indonesia? Dengan demikian, tulisan ini memiliki ruang lingkup uraian yang berupa upaya sekolah mengembangkan Pendidikan Karakter Bangsa dengan mengkritisi implementasi Pendidikan Karakter Bangsa dalam keterpaduan pembelajaran melalui pembelajaran bahasa Indonesia.
B. Kajian Teori dan Pembahasan
1.    Kajian Teori
a.    Hakikat Pendidikan
Pendidikan mencakup seluruh proses yang membantu pembentukan pola pikir dan karakter manusia sepanjang hidup. Dapatlah dikatakan bahwa generasi muda secara kultur, tidak matang dengan sendirinya, artinya ada cara tertentu. Teknik untuk mencapai dewasa, perlu diajarkan oleh generasi yang dilakukan dengan upaya tertentu. Para budayawan berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses enkulturasi yang diprakasai oleh seseorang untuk membantu cara hidup yang lainnya. Sekiranya seorang pendidik ingin membudayakan kualitas anak, misalnya agar anak berpikir jernih atau memiliki kebebsan untuk mengambil keputusan, maka masing-masing lembaga akan berbeda mengolah dan melayaninya.
Pendidikan dalam hal ini dapat dipandang sebagai kebutuhan pokok manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas. Kemampuan berpikir dengan baik itu akan mensinergikan pelaksanaan pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, pendidikan merupakan dasar yang harus dimiliki ole setiap manusia.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, Kosasih Djahiri (dalam Sudrajat, 2008) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Dengan demikian, pendidikan merupakan upaya yang terorganisir. Pendidikan pun memiliki makna dilakukan sebagai usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontiniu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan. Jadi, proses pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.

b.    Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter perlu dipahami melalui pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (http://elementary-education-schools.blogspot.com), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Berdasarkan pemaknaan tersebut, (http://elementary-education-schools.blogspot.com) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut UU no 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter, diantaranya adalah sebagai berikut. (1) Cinta tuhan dan segenap ciptaannya. (2) Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian. (3) Kejujuran /amanah dan kearifan. (4)     Hormat dan santun. (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama. (6)     Percaya diri, kreatif dan bekerja keras. (7) Kepemimpinan dan keadilan. (8) Baik dan rendah hati. (9)     Toleransi kedamaian dan kesatuan.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana penerapannya melalui pembelajaran bahasa Indonesia.

c.    Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diajarkan di jenjang pendidikan dan menjadi landasan bagi siswa untuk manguasai mata pelajaran lain. Artinya, dengan menguasai kemampuan berbahasa siswa akan terampil untuk mampu memahami mata pelajaran lain. Hal ini dinyatakan karena bahasa merupakan sentral dalam dunia pendidikan.
Depdiknas (2006:44) menyatakan bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosiona peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Selanjutnya, peran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Mewujudkan peranan tersebut, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki kompetensi mata pelajaran yang diarahkan untuk penguasaan keterampilan berbahasa. Depdiknas (2006:44) menambahkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan penguasaan pengetahuan kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal nasional, dan global.

2.    Pembahasan
a.    Pengembangan Pendidikan Karakter Terintegrasikan ke dalam Semua Mata Pelajaran
Pendidikan karakter sebagai bentuk upaya dalam perbaikan ke arah yang lebih baik dalam karaker siswa, merupakan kerja keras tenaga pendidik dan lingkungan pendidikan yang terkait dalam hal tersebut. Sebagai keinginan bersama, pendidikan karakter perlu disinergikan dengan semua hal yang menjadi objek pembelajaran di sekolah, yaitu mata pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran perlu sifatnya terintegrasi dengan pendidikan karakter sehingga menciptakan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan tujuan.
Menyikapi itu, pendidikan pembentukan karakter siswa menjadi tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, proses pembinaan harus dilaksanakan semua guru. Dengan demikian, tidak layak dinyatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter  hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter.
Kenyataan perlunya peran serta semua gutu menuntut semua guru menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa dan berkarakter baik bagi para siswanya. Hal ini disebabkan tidak akan memiliki makna apapun jika seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab. Oleh karena itu, pembelajaran karakter dalam pendidikan moral dan agama yang diperoleh siswa perlu bentuk nyata dalam bentuk karaker para guru baik guru yang terkait dengan pembelajaran karakter maupun guru yang mengajarkan bidang studi lain. Dengan demikian, siswa akan terbentuk karakter dalam dirinya sesuai dengan harapan dan hal yang seharusnya dimiliki siswa.
Idealnya suatu pembelajaran adalah dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan itu pun haruslah dilaksankan secara utuh. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Dengan demikian, menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata.
Selanjutnya, pendidikan karakter dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun individual.
Pelaksanaan pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam semua mata pelajaran membutuhkan variasi dalam modus. Penyelenggaraan variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti diskoveri dan inkuiri. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan demikian, landasan varisai modus pembelajaran, dapat merancang skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait pendidikan karakter dan dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan Pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan dengan semua mata pelajaran bukanlah tanpa lepas dari konsekuensi. Hal ini menyebabkan perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai kosekuensi logis. Komitmen dalam pelaksanaan pendidikan karakter dapat dijelaskan dalam hal berikut. (1) Pendidikan karakter bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses. Hasan (2000) menyatakan komitmen pelaksanaan pendidikan karakter berlaku terhadap semua mata pelajaran yang dimuati pendidikan karakter bangsa. (2) Lebih lanjut, Hasan (2000) mengurai bahwa pengembangan ide berkenaan dengan folisifi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Oleh karenai itu, pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format Silabus, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti RPP, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari pengembangan ide dan dokumen haruslah didahului oleh sebuah proses sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen.
Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-kaitan koseptual intra atau antarmata bidang studi dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan (Joni, 1996). Berkaitan dengan Pendidikan karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan pendidikan karakter bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
Selain itu, dalam pengembangan pendidikan karakter dan intergrasinya pada semua pelajaran ada hal yang perlu disikapi dari konsep rancangan pemerintah. Kemendiknas (2010) menyatakan secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan grand design yang dikembangkan oleh Kemendiknas. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai penerapan pendidikan karakter tersebut, dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter memiliki tujuan yang mengarahkan pada pembentukan karakter siswa. Secara konsep, tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut. (1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; (2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; (3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; (4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan (5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). Selain itu, prinsip, pengembangan budaya, dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.


b.    Proses Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Bahasa Indonesia
Selanjtunya, pendidikan karakter yang dijelaskan dapat terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran, secara khusus akan dilihat pengembangannya melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Pakar pendidikan umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. Jadi, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai pengembangan dan penerapan pendidikan karakter tersebut, pendidikan karakter saat ini diterapkan sebagai sesuatu yang mengemban pentingnya pendidikan moral tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial dan budaya.
Pendidikan sebagai suatu proses, dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran tersebut berdasarkan hasil belajar yang diperoleh siswa atau pengalaman berlajar.  Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Menurut (Joni, 1996) mengatakan Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) Berikut ini penulis berikan sebuah contoh pembelajaran utuh yang disiapkan seorang guru melalui RPP yang berkarakter.
Penerapan pendidikan karakter yang terlihat dari Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berkarakter melalui pembelajaran bahasa Indonesia dapat diperhatikan berikut ini. Misalnya, tema pembelajaran tentang Lingkungan. Dengan anak teman melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan yang disampaikan secara lisan. Dalam membuat tujuan utuh ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Jika disesuaikan dengan tema pembelajaran tersebut dapat dimisalkan dampak pengiringnya sebagai berikut. Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan secara berangsur-angsur dapat mengembangkan karakter: Disiplin (Discipline), Tekun (diligence), Tanggung jawab ( responsibility), Ketelitian (carefulness), Kerja sama (Cooperation), Toleransi (Tolerance), Percaya diri (Confidence), Keberanian (Bravery).
Dari contoh tersebut terlihat bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Proses penilaian hasil belajar, seharusnya dilaksanakan oleh semua guru dengan mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya.
Penilaian yang dilaksankan dalam semua ranah memberikan keutuhan dalam pencapaian tujuan pendidikan karakter. Oleh karena itu, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh  mengarang, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengemukakan ide dan mengembangkannya. Selain itu, dalam pelaksanaan tugas dalam pembelajaran bahasa Indonesia tersebut, juga dinilai kemampuan pendidikan karakter yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan menceritakan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau menggunakan daya imajinatif untuk memberikan pedoman kebaikan bagi pembaca, dan tidak mengambil ide teman. Hal  ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, dalam pendidikan karakter, siswa juga dinilai kemampuan psikomotornya, yaitu kemampuan menuliskan karangan dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca, serta taat EYD (Waridjan, 1991).
Melalui pembelajaran bahasa Indonesia, pendidikan karakter dapat dinilai dalam segala aspek kebahasaan. Aspek berbicara misalnya, dalam aspek ini secara karakter yang dinilai adalah bagaimana siswa mampu menggunakan bahasa yang sopan dan santun serta mampu menghargai orang lain lewat berbicaranya. Aspek mendengarkan, secara karakter, siswa yang dilatihkan kemampuan mendengarkan hendaknya mampu menerima pesan oranglain dengan baik dan malaksanakan pesan yang diperoleh secara tepat. Aspek membaca, pendidikan karaker dari kegiatan membaca juga tidak sedikit. Siswa yang terlatih membaca akan terbentuk karakter yang tenang dan berbicara menggunakan daya pikir yang baik. Selanjutnya begitu pun aspek menulis yang telah dicontohkan pada bagian sebelumnya. Oleh karena itu, pendidikan karakter melalui pembelajaran bahas Indonesia dapat dikemas secara baik sehingga diharapkan pendidikan karakter dapat terlaksana dengan baik.
Kemudian, perlu pula diperhatikan selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, yaitu seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian, misalnya mata pelajaran bahasa Indonesia karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa pendidikan karakter melalui pembelajaran bahasa Indonesia menghendaki peciptaan karakter yang baik dan utuh pada siswa. Pendidikan karakter yang diterapkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia akan mensinergikan empat aspek kebahasaan yang dalam praktiknya selalu mengupayaan penciptaan karakter siswa. Hal ini ditujukan untuk membuat siswa terampil berbahasa dan trampil sebagai insan yang berkarakter. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia pun dapat membantu penciptaan pendidikan karakter yang baik dan tepat guna bagi peserta didik. Seterusnya,  pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.



C.    Penutup
1.    Simpulan
Berdasarkan kajian teori dan pembahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan dua hal sebagai berikut. Pertama, implementasi Pendidikan karakter bangsa terintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, pengembangannya lebih memadai pada model kurikulum terpadu dan pembelajaran terpadu dengan menentukan center core pada mata pelajaran yang akan dibelajarkan. Keterpaduan pendidikan karakter dengan mata pelajaran lain cukup beralasan bila Pendidikan karakter bangsa dalam pembelajarannya diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Alasan-alasan itu adalah karena meningkatkan akhlak luhur para siswa adalah tanggung jawab semua guru, semua guru harus menjadi teladan yang berwibawa, tujuan utuh pendidikan adalah membentuk sosok siswa secara utuh, pencapaian pendidikan harus mencakupi dampak instruksional dan dampak pengiring. Kedua, proses pengembangan Pendidikan karakter melalu pembelajaran bahasa Indonesia dirancang dalam pencapaian tujuan utuh dalam rancangan pembelajaran. Kemudian diperhatikan pendidikan karakter tersebut dalam tujuan utuh yang diselaraskan pada dampak pengiring di sebuah RPP. Selanjutnya, pendidikan karakter melalui pembelajaran bahasa Indonesia mampu menciptakan karakter lewat pembelajaran trampil bagi diri siswa.
2.    Saran-Saran
Hasil simpulan tersebut, dapat disesuaikan dengan pembahasan sebagai berikut. Pertama, pendidikan karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya. Kedua, perlu pembenahan terhadap lingkungan sekolah secara positif untuk menciptakan karakter yang baik. Ketiga, guru haruslah dapat menjadi contoh dan teladan secara karakter bagi diri siswa.


Daftar Rujukan

Depdiknas. 2006. Standar Isi Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Undang-undang No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. www.depdiknas.go.id.

Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya

Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.

Mulyana. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sumber http://elementary-education-schools.blogspot.com/2011/08/all-about-elementary-education-in.html

Sudrajat, Akhmad. 2003. “Pengertian dan Hakikat Pendidikan”. Artikel. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/hakikat-pendidikan/), Diunduh, 15 Oktober 2011.

www.kemendiknas.go.id.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Potret Catatanku