RSS

Jumat, 04 Oktober 2013

Jemari Sang Dara (3)

Jemari mulai memutar akar agar dawai tak lagi menjauh darinya. Di sendu langit siang itu ia berkelana dalam sisi indah dawai yang ingin ia miliki. Ia sedang berusaha keras agar dawai tak lagi sepi ketika ia hendak menyapa. Ia tak berharap banyak, hanya ingin mengenalkan lembaran yang tlah ia lukis kepada hati sang dawai.

Uh,,,entahlah,
Dara pun mulai gelisah melihat jemari yang sibuk mengisah tentang dawai. Dara menyadari sedari dulu jemarinya tak mudah bersahabat dengan dawai meski ia begitu ingin. Dara pun mulai sendu melihat jemari yang mulai diam hampir kehilangan harap. Masih menatapnya, Dara mencoba mengajak jemari menyentuh tetes gerimis siang itu yang hampir berlalu bersama sore yang mulai hadir di detik-detik waktu yang terus berdetak tak jauh dari telinganya.

Jemari pun patuh tak bergeming meski hatinya masih tak tau bagaimana cara menyatukannya dengan dawai. Namun, jemari terpaksa menyerah dengan sendunya kini. Dara masih saja lemah karena malam tlah mengambil perhatiannya sehingga terlelap pun tak ingin ia temui. Dara, masih saja senja, ia telah mencari sudut senderan ketika hujan hanya menyisakan dingin bersama senja yang manja. Ia mencoba tersenyum bersama senja yang seolah bahagia setelah hujan melampiaskan rasanya. Mungkin langit siang tak lagi menyimpan beban beratnya sore itu jemari berbisik.

Jemari hendak menyentuh lembaran itu, sedikit saja menulis tentang senja dan dara kala itu. Namun, Dara begitu lena, ia meraih jemari tuk menyeka wajah tirusnya hingga pupus sudah senja itu direkam dengan indah oleh jemari. Senja seolah tersenyum geli melihat Dara dan jemarinya kemudian bergegas meninggalkan Dara takut Dara terbangun dari kantuk yang ia simpan sejak semalam. Dengan anggun senja hadir sejenak menyapa insan dengan berjuta misterinya, kemudian berlalu untuk hadirkan malam yang mungkin dirindukan banyak umat.

Dara masih lelap,
Jemari mulai terbangun dan teringat lagi dengan dawai. Kali ini dawai itu tak jauh darinya, hanya butuh Dara yang menggenggam dan ia bisa memperbaiki hubungan buruk ini. Lagi, jemari masih bisa mengkhayalkan harapannya bersatu dengan dawai.
Dara masih lelap,
Jemari berupaya lagi, upaya terbesarnya hanyalah meyakinkan hati untuk tak bersitegang dengan dawai ketika dawai menyindirinya atau ketika dawai mencemoohnya. Sudahkah jemari siap? Ia pun masih bertanya pada dirinya sendiri waktunya masih ada, setidaknya selama Dara masih lelap.

Dara pun terbangun sesaat setelah malam benar-benar siap hadir menemani umat.
Jemari pun bercerita pada dara tentang dawai, Dara tersentak dan tak menjawab hanya memandang ragu antara dawai dan jemarinya.

bersambung...


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Potret Catatanku