RSS

Minggu, 06 Oktober 2013

Jemari Sang Dara (4)

Dara masih terdiam meski jemari semakin gelisah menunggu jawabnya. Sesekali jemari melirik dawai itu berharap dawai tidak memberikan tatapan senang untuk kegelisahannya. Namun, Dara masih diam seolah tak peduli dengan apa yang telah jemari sampaikan. Dara bangun dari peraduannya lalu kembali melangkah menemui deretan bangku di balkon. Jemari pasrah meski tatapannya sendu, bahkan tenaganya sulit ia kumpulkan untuk berbagi dengan lembaran yang masih berjejer di hadapannya.

Jemari tak mengerti apa yang sedang Dara pikirkan akan inginnya. Seketika ia terkejut ketika Dara bergegas berlari ke sudut yang semenjak tadi jemari tatap. Dara mengambilnya; Dara membawanya; Dara menyentuhnya. Batin jemari berdegup tak karuan, entah apa yang sedang Dara pikirkan malam ini dan antara jemari dan dawai.

Dara kembali duduk membelai indahnya malam yang sudah mulai menghadirkan bintang. Jemari semakin tak bisa mengatur helaan nafasnya sesaat ketika dawai begitu dekat dengannya. Tanpa pikir panjang jemari mencoba memberanikan diri untuk menyapa Dara. Sentak jemari tersentuh, Dara benar-benar ingin bernyanyi untuk malam, bahkan Dara memohon dawai untuk bersahabat bersama jemari. Jemari sungguh tak menyangka dawai pun menyapanya dan telah melupakan segala pertikaian masa silam dan mencoba bersahabat untuk Dara.

Jemari mulai menggenggam dawai, dengan anggun dawai menyambut baik sapaan itu. Penuh pengharapan jemari begitu menjiwai segala kata yang telah ia ukir dalam lembaran malam, siang, bahkan pagi dalam segala rasa. Jemari dengan penuh kasih menyampaikan larik hidup kepada dawai. Jemari dengan raga yang masih ia miliki ia haturkan janji untuk selalu menjaga kata dan larik yang telah membentuk menjadi seberkas nada ketika dawai telah berbicara.

Dawai menyimak jemari sang Dara itu bersastra, jemari itu mendengung, lewat sastra ia sentuh dawai. Dawai mencoba memahami lalu menyisiri kata dalam bait rasa itu. Lalu, dawai tersenyum, larik itu telah menyentuh bagian dirinya kemudian membiaskan tubuhnya tersentuh jemari lalu bernada. Nada-nada itu mulai terdengar, merdu, kian menyuara ke permukaan malam yang masih dingin ini.

Dara mulai menyuarakan larik-larik itu, menyatukannya bersama nada ketika jemari dan dawai sedang asyik berduet memecahkan kesunyian Dara. Dara semakin mengalunkan merdunya suara indah miliknya, mengisahkan makna lewat iringan nadanya dan berbagi kepada malam agar tak lagi pergi. Dara masih saja takut malam ini pergi, meski malam selalu berjanji ia akan kembali lagi esok.

bersambung....
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Potret Catatanku